Jumat, 16 Januari 2015

Budi Laksana: Karya bukan Gaya


Budi Laksana, dalam Lakon Kisah Kisah yang Mengingatkan
karya/sutradara Iswadi Pratama pada Ubud Writer Festival di Ubud, 2012
oleh alexander gb


Seniman tak harus gondrong dan dekil

Ia telah bergelut dengan dunia teater sejak SMA. Saat menjadi aktor pada lakon Kapai-kapai karya Arifin C Noor, di tahun 1998, lalu disusul Umang-umang pada tahun 1999, yang keduanya dipentaskan di Taman Budaya Lampung. Pada Tahun 2000 ia juga menjadi salah satu aktor pada pementasan Antigone  karya Jean Anouilh dipentaskan di Taman Budaya Lampung dan Padang yang seluruhnya disutradarai oleh Iswadi Pratama. Ah, sayang saya masih di Ulubelu ketika itu. Saya baru menyaksikan aksi Budi Laksana pada tahun 2001, ketika ia turut bermain dalam lakon Si Aruk dan Sang Pangeran, Nak karya Iswadi Pratama, yang keduanya dipentaskan di Taman Budaya Lampung.

Sosoknya yang bersih, tidak merokok, tidak minum-minuman keras apalagi narkoba, dan yang paling saya ingat penampilannya selalu rapi, demikianlah Budi Laksana. Ramah, murah senyum dan suka bercanda. Tapi jangan ditanya kalau lagi latihan, sikapnya bisa berubah 180 derajat, tegas dan tak mengenal belas kasihan. Itu yang dibisikan beberapa teman saat berlatih bersamanya.

Penampilannya yang rapi seolah ingin menunjukkan pada masyarakat, bahwa seorang seniman tidak harus selalu tampil eksentrik, aneh, gondrong, dekil dan lain sebagainya. Yang terpenting itu kan karyanya, bukan penampilannya. Barangkali itu alasan Budi Laksana, personil utama yang hingga sekarang selalu terlibat pada semua produksi Teater Satu. Bakat dan dedikasinya untuk teater memang luar biasa. Ia dikenal sangat cepat menghapal naskah, tubuh yang fleksibel, dan total dalam setiap peran yang dimainkannya.

Dunia akting di panggung memang bukan impian Budi saat kecil. Bukan pula pola yang dipasangkan oleh kedua orang tuanya. Ia tertarik dengan seni peran ini saat sekolahnya, SMA Negeri 7 Bandar Lampung membuka kelas ekstrakurikuler teater. Yang ngajak saya namanya Mbak Fitri Handayani, kakak kelas saya, kata Budi.

Namun, bermain teater di sekolah tak cukup membuat dia puas. Untuk menggali lebih dalam, Budi bersama Fitri mencari peruntungan di Teater Satu yang digawangi Iswadi Pratama. Ya, baru di tangan Kak Is (Iswadi Pratama), saya bisa seperti sekarang ini, kata lelaki berperawakan kekar ini.

Mengikuti ekskul dan berlatih teater bukan tanpa sandungan. Budi mengaku sudan mengalami enam hari tidur di bangku teras rumahnya karena tidak dibukakan pintu oleh orang tuanya. Maklum saja, ayahnya yang tokoh agama merasa risi mendapati anaknya pulang larut malam terus.

Keinginan orang tua saya, ya hidup dengan profesi yang mulus-mulus saja. Menjadi karyawan bank atau menjadi PNS, begitu kisah Budi.

Namun, kerja kerasnya berbuah manis. Tahun 2010, ia terpilih menjadi aktor yang bermain di Jerman melalui Teater Satu. Bersama enam aktor dari beberapa negara, Budi memainkan peran yang naskahnya di buat oleh Iswadi Pratama.

Ya, otomatis saya harus belajar bahasa Inggris. Sedangkan yang menyeleksi pemain adalah sutradara dari Jerman. Kalau pemainnya dari Swedia, Portugal, Spanyol, Belanda, Rusia, Jerman, dan Indonesia, kata dia.

Pengalaman di Jerman membuat Budi takjub. Dilatih oleh sutradara dari negara lain membuat dia tahu bahwa kesenian bukan satu profesi yang bisa dijalankan dengan sembarangan. "Melaui seni, teater kita bisa melihat sisi lain kehidupan, sisi hitam, putih dan abu-abu,? kata alumnus Perguruan Tinggi Teknokrat itu.

Berkat teater ia sudah keliling Indonesia, bahkan luar negeri. "Papua yang belum dikunjungi, mudah-mudahan tahun ini bisa," kata lelaki kelahiran Bandar Lampung, 25 Maret 1982 ini.

Anak bungsu dari tujuh bersaudara ini terus main di hampir setiap pertunjukan teater Satu. Pada lakon Death and The Maiden yang dipentaskan di Taman Budaya dan Teater Salihara Jakarta, awal Juli lalu, dia juga terlibat.

Lelaki yang juga guru seni di SMP BPK Penabur dan SMP Imanuel ini mengaku meski seniman, tetap memperhatikan kebersihan dan kerapian. Ia terlihat rapi, pakaian dan penampilannya. "Kebanyakan seniman gondrong, dekil, tapi itu jangan dicontoh. Seniman juga harus rapi, supaya banyak yang mau jadi seniman," kata lelaki keturunan Palembang ini .

Aksi Sang Seniman Panggung

Pementasan Kisah Lain Kurusetra atawa Karna karya Goenawan Mohammad
Sutradara Iswadi Pratama di Taman Budaya Lampung, Maret 2012n

Mengingat Budi, mengingat begitu banyaki pementasan dan lakon yang telah dimainkannya. Ia benar-benar pantas jadi panutan aktor di Lampung ini. Sosok sederhana, ramah, baik, energik, suka bercanda, dan sesekali, di luar jadwal latihan, ia hobi traveling bahkan punya komunitas backpacher.

Oh ya, saya masih terkesan dengan pertunjukan Sementara Menunggu Godot karya Samuel Becket. saat itu Budi Laksana tampil menawan bersama Robby Akbar, Jonet, Rendi, Doni, dan lain-lai. Mereka sukses menghipnotis penonton, berhasil menghadirkan absurditasnya Becket. Lakon tersebut juga meraih Hibah Seni Yayasan Kelola, 2002, lalu dipentaskan keliling, di Teater Utan Kayu Jakarta, Tasikmalaya, Solo, Yogyakarta, dan Bandung.

Lakon terbarunya adalah Buried Child (anak yang terkubur) karya penulis Amerika itu dimainkan dengan amat manis oleh Budi Laksana pada pentasnya bersama Teater Satu di Komunitas Salihara, tahun 2010. Bersama pemerang Helie, Ruth Marini, lakon itu amat memesona dan mengagumkan penonton yang memadati gedung teater itu. Cinta Dogie kepada Helie memang amat dalam. Untuk merebut simpati kekasihnya itu, Dogie sampai harus pura-pura lumpuh. Sumpah mati, Dogie enggan menceraikan Heli.

Cerita yang haru biru itu memang layak mendapat pujian. Di tangan Budi Laksana, karakter Dogie menampilkan sisi terenyuh yang dalam. Pentas nan apik itu menjadi salah satu tonggak penilaian majalah Tempo memberikan apresiasi tinggi kepada Teater Satu, tempat Budi bernaung. Pada tahun itu, majalah berita mingguan itu menobatkan Teater Satu sebagai kelompok teater terbaik nasional versi majalah Tempo.

Pementasan Keliling Death and The Maiden sutradara Iswadi Pratama
di Palembang, Riau dan ISI Padang Panjang , Maret & Agustus 2014

Biodata

Lahir di Bandar Lampung, 25 Maret 1982. Menamatkan studinya D3nya di Jurusan Manajemen Informatika. Menjabat Sebagai Direktur Eksekutif Teater Satu. Selain itu juga mengajar di beberapa Sekolah negeri maupun Swasta di Bandar Lampung. Salah satu aktor andalan Teater Satu Lampung.

Terlibat disemua garapan teater satu diantaranya:
Tahun 1998 sebagai Aktor di pertunjukan Kapai-Kapai karya Arifin C Noer di Taman Budaya lampung, Tahun 1999 sebagai actor dipertunjukan Umang-Umang karya Arifin C Noer di Taman Budaya Lampung. Tahun 2000, sebagai aktor dipertunjukan Antigon karya Jean Anouilh di Taman budaya lampung dan Padang. Tahun 2001, sebagai actor dipertunjukan Si aruk dan Sang Pangeran, “NAK” karya Iswadi Pratama di taman budaya Lampung.

Tahun 2002 Aktor dipertunjukan Menunggu Godot karya Samuel Backet di Teater Utan Kayu Jakarta, Tasikmalaya, Solo, jogja dan bandung. Tahun 2003 Aktor dipertunjukan Nostalgia sebuah Kota karya Iswadi Pratama, Festival Teater alternative GKJ award. Aktor dipertunjukan “Di Langit Ada bintang karya Utuy Tatang Sontani. Tahun 2004 Aktor dipertunjukan Nostalgia Sebuah Kota karya Iswadi Pratama di Teater Utan Kayu, The Japan Foundation Jakarta, Makasar, Bandung, Program Hibah seni yayasan Kelola.

Tahun 2005 Aktor dipertunjukan Umang-Umang karya arifin c Noer di teater studio TIM Jakarta. Tahun 2006 aktor dipertunjukan Nostalgia sebuah kota karya iswadi Pratama di Surabaya dan Teater Ruang Solo.Tahun 2007 menjadi pemusik untuk pertunjukan monolog wanci karya imas sobariah di teater utan kayu Jakarta. Dan Aktor pertunjukan Nyai Ontosoroh karya Faidza Marzuki adaptasi dari novel bumi manusia karya Pramoedya Ananta Toer. Tahun 2008 menjadi pemusik untuk pertunjukan monolog Perempuan di Titik Nol karya Nawal El Saadawi di Teater Salihara Jakarta.

Tahun 2009 aktor dipertunjukan Aruk Gugat dan kisah-kisah Yang Mengingatkan karya Iswadi Pratama di Teater Salihara Jakarta, STSI bandung dan Taman Budaya lampung.  Tahun 2010 Aktor dipertunjukan Orang-Orang Setia karya Iswadi Pratama di Lembaga Indonesia Prancis Yogyakarta. Sebagai aktor di pertunjukan Nostalgia Sebuah Kota karya Iswadi Pratama kolaborasi antara Teater Satu dengan Orangerie Teater Koln Jerman November 2010.

Tahun 2010 Aktor di Art Summit Indonesia dalam lakon Kisah-Kisah yang Mengingatkan, iswadi pratama di Taman Ismail Marzuki. Tahun 2011 Aktor di pertunjukan Visa karya Goenawan Mohammad sutradara iswadi pratama di Salihara Jakarta. Pementasan Kisah Lain Kurusetra atawa Karna karya Goenawan Mohammad Sutradara Iswadi Pratama di Taman Budaya Lampung, Maret 2012. Anak yang Dikuburkan karya Sam Separd sutradara Iswadi Pratama di Teater Salihara Jakarta, Juni 2012. Pertunjukan ini menobatkan Teater Satu menjadi Grup terbaik Indonesia versi majalah Tempo.

Pementasan Kisah Kisah yang Mengingatkan karya/sutradara Iswadi Pratama pada Ubud Writer Festival di Ubud, 2012. Pementasan Death and The Maiden karya Ariel Dorfman sutradara Iswadi Pratama di Teater Salihara Jakarta, Juli 2013.

Pementasan Keliling Death and the Maiden di Palembang, Riau dan ISI Padang Panjang , maret & Agustus 2014. Pementasan Kisah-Kisah yang Mengingatkan pada ajang Malaysian International Performing Art Village di Kuala Lumpur, November 2014.
Budi Laksana berlatih di Studio Britta Liebeknecht, Jalan Britaniahutte 25 A, Koln, Jerman.Nostalgia Sebuah Kota, Kenangan tentang Tanjungkarang di Gedung Orangerie Theater, 17-21 November 2010.

Sumber: Lentera, Lampung Post, Minggu, 28 Juli 2013


0 on: "Budi Laksana: Karya bukan Gaya"