TRIBUNLAMPUNG.CO.ID-"Tanjungkarang terlalu tenang untuk jiwa-jiwa yang gelisah. Tidak ada tempat untuk ruang melihat, becermin, dan berkaca pada nilai diri. Tidak ada taman atau teman yang bisa menemani..."
Itulah sepintas dialog yang mengemuka dalam pertunjukan Teater Satu Lampung yang mengusung lakon 'Tanjungkarang dan Kisah yang Mengingatkan' yang digelar di Gedung Teater Tertutup Taman Budaya Lampung, Rabu (20/11/2013).
Lakon yang dimainkan puluhan pemain ini ditulis dan disutradarai oleh Iswadi Pratama.Itulah sepintas dialog yang mengemuka dalam pertunjukan Teater Satu Lampung yang mengusung lakon 'Tanjungkarang dan Kisah yang Mengingatkan' yang digelar di Gedung Teater Tertutup Taman Budaya Lampung, Rabu (20/11/2013).
Pementasannya dibuka oleh seorang perempuan yang duduk di kursi roda. Ia memegang sebuah buku. Sementara seorang lelaki berpakaian putih-putih tampak mendorong kursi roda itu. Lalu, perempuan itu membuka lembar demi lembar buku itu sambil berkisah tentang dua orang "Silam" dan "Kenang" yang baru tiba di sebuah kota bernama Tanjungkarang.
Kemudian adegan pun berganti. Lintasan-lintasan dialog dan gerak yang dihadirkan para pemain memperlihatkan sebuah perjalanan kehidupan yang melahirkan satu kenangan panjang.
Nilai perspektif pribadi tentang Tanjungkarang begitu terasa. Seperti terlihat adanya perubahan nilai dari masyarakat yang tergerus dengan waktu.
Tidak hanya perubahan yang terjadi. Sebab, dampak dari itu semua melahirkan kontradiksi dan juga 'perpecahan' antarmereka. Hingga akhirnya mereka terjebak dalam sikap dan sifat yang penuh kepura-puraan.
"Kita berpura-pura tapi bahagia. Kita bahagia meski berpura-pura. Kita berpura-pura bahagia," ujar pemain dalam dialognya.
Namun, semua itu melahirkan sebuah kenangan. Kenangan akan sebuah kota bernama Tanjungkarang yang kini sudah berubah dan meninggalkan begitu jejak kenangan yang mampir dalam benak setiap orang yang tinggal di sini.
Dalam lakonnya kali ini, meski sudah beberapa kali dimainkan oleh Teater Satu, tetap ada perbedaan dalam pementasannya. Seperti kali ini, nuansa kekinian dan anak muda sangat kental terasa. Tidak hanya dari pemainnya yang melibatkan banyak wajah baru yang masih belia, melainkan juga memasukkan simbol-simbol masa kini. Misalnya musik.
"Memang lakon kali ini dibuat lebih anak muda. Karena pada pementasan kali ini melibatkan puluhan anak SMP dan SMA, serta target penontonnya para pelajar dan mahasiswa. Makanya ada masuk lagu-lagu masa kini, seperti lagunya Michael Bubble dan Bruno Mars," kata Manajer Teater Satu Imas Sobariah seusai pementasan.
Namun, secara pesan dan cita rasa pementasan, menurut Imas, tidak berubah. Pesan yang disampaikan tetap sama. Meskipun ada perubahan-perubahan, karena naskah yang ada memang sangat bisa terus dikembangkan untuk mengikuti perkembangan zaman.
"Lakon ini juga akan dipentaskan kembali ke Jepang. Tapi, tentu saja akan berbeda dengan yang ditampilkan saat ini. Karena kami hanya bisa maksimal membawa 10 orang. Makanya kemungkinan nanti akan diaudisi lagi siapa-siapa saja yang akan diberangkatkan," kata dia lagi. (teguh prasetyo)
sumber : http://lampung.tribunnews.com
0 on: "Teater Satu Lampung: "Tanjungkarang dan Jiwa-Jiwa Gelisah""