![]() |
Asaroeddin Malik Zulqornain (Amzuch) |
Sosok yang selalu tampil penuh semangat, blak-blakan inilah yang menginisiasi berdirinya Sanggar Cakrawala Anak Muda (CIA) bersama Isbedy Stiawan ZS dan Riswanto Umar pada tahun 1985. CIA diciptakan sebagai ajang untuk berdiskusi dan bertukar informasi perkembangan sastra di kalangan pemuda Bandarlampung. Untuk menampung dan mengabarkan tulisan-tulisan para pengurus dan anggota CIA sebagai bentuk luapan ekspresi yang dapat dinikmati oleh masyarakat, mereka membuat Buletin yang dilabeli dengan nama Sastra CIA. Pada awal terbit, Sastra CIA memuat naskah yang masih didominasi oleh karya-karya Isbedy Stiawan ZS, Asaroeddin Malik Zulqornain Ch, dan Syaiful Irba Tanpaka.
CIA adalah bentuk cinta Asaroeddin yang dilahirkan di Jakarta pada 15 November 1956. Meskipun lahir di Jakarta, Asaroeddin adalah putra Lampung. Ayahnya, Azzadi Abdul Chaliq Shahib, lahir di Menggala pada 1921 dan ibunya, Inci Siti Zuwaiyah, lahir di Telukbetung pada 1935.
Ketika duduk di kelas lima SD, Asaroeddin harus berpisah dengan kedua orang tuanya dan tinggal bersama datuknya, Wan Abdul Rahman. Keputusan ini diambil oleh orang tua Asaroeddin karena mereka mengalami kesulitan materi, terlebih lagi harus menafkahi ketujuh anak mereka. Meski hanya dua tahun tinggal bersama datuknya, Asaroeddin mendapat banyak bimbingan dan arahan tentang disiplin hidup.
Kecintaan Asaroeddin terhadap sastra bermula sejak dia duduk di bangku SMP. Karya-karya karangan sastrawan terkenal seperti; Chairil Anwar, WS Rendra, Iwan Simatupang, dan Asmaraman Kho Ping Hoo sudah mulai dibaca Asaroeddin. Sejak saat itulah, Asaroeddin mulai berhasrat untuk menjadi seorang penulis.
Setelah lulus dari SMP Negeri I Telukbetung, Asaroeddin melanjutkan studinya di SMA Negeri Telukbetung. Di SMA inilah, kecintaannya terhadap sastra terealisasi. Ketika kelas 2 SMA, Asaroeddin menjabat sebagai ketua OSIS. Jabatan ini bukanlah menjadi hambatan Asaroeddin untuk menyalurkan hobinya menulis. Salah satu kegiatan organisasi tersebut menyediakan satu ruang ekspresi bagi siswa yang disebut majalah dinding (mading). Saat itu, banyak tulisan-tulisan Asaroeddin menghiasi mading. Karya-karya Asaroeddin yang terpampang pada mading tak pernah sekalipun menggunakan namanya sendiri. Asaroeddin lebih menyukai nama Dorenovlie untuk mewakili dirinya. Kebiasaan untuk menutupi jati dirinya dalam menulis ini terbawa hingga karya-karya Asaroeddin dimuat di berbagai media massa, lokal maupun nasional. Bedanya, dia hanya menyingkat nama atau variasi dari nama aslinya, diantaranya A.M. Zulqornain Ch, Asroedin MZ, dan Amzuch.
Setelah lulus SMA, Asaroeddin kurang beruntung. Dia banyak menghabiskan waktunya di rumah. Namun, hal ini tidak membuatnya kehilangan akal. Hobinya menulis dimanfaatkan untuk membiayai hidup. Ketika itu, karya sastra yang diciptakan Asaroeddin Malik Zulqornain berupa puisi. Tetapi, Asaroeddin sering merasa kecewa ketika buah dari kontemplasinya itu tidak diterbitkan karena penerbit lebih cenderung menyukai cerpen. Sejak itulah, Asaroeddin menggeluti penulisan cerpen.
Asaroeddin Malik Zulqornain Ch. termasuk sastrawan yang muncul tahun 80-an. Dia secara otodidak mendalami dunia sastra, tidak ada pendidikan formal yang mengantarkannya sebagai penulis, tidak ada teman atau guru yang membimbingnya dalam menghasilkan karya. Asaroeddin lahir sebagai sastrawan dari generasi luar kampus dan karyanya banyak yang merambah media massa Jakarta. “Nomor 289 untuk 5 Menit” merupakan karya pertama yang dimuat di harian Pelita pada 20 Oktober 1978. Cerpen terakhir yang dimuat berjudul “Astiga” dimuat Lampung Post pada 9 Maret 2003.
![]() |
Bersama Sastrawa Lampung lain pada Silaturahmi & Panggung Sastrwan Lampung, TBL, 24/12/2013 |
Ratusan cerpen pernah dipublikasikan, puluhan puisi pernah Asaroeddin ciptakan, tetapi dia memilih tidak dikenal oleh redaktur media manapun selama menulis. Baginya, cap “penulis” bukanlah sesuatu yang istimewa karena yang dibutuhkan masyarakat bukanlah orangnya tetapi karyanya.
Dalam setiap karya yang dia ciptakan, Asaoreddin cenderung menggunakan bahasa yang biasa digunakan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Hanya saja dalam berpuisi, Asaroeddin membumbuinya dengan permainan bunyi kata yang lugas dan “bombastis”, seperti kusetubuhi kata demi kata (dalam puisi berjudul “Sajak”). Dari bahasa yang digunakan dalam setiap karyanya, dapat diambil satu benang merah bahwa bahan-bahan yang diambil Asaroeddin sebagai inspirasi tidak jauh-jauh dari kehidupan nyatanya. Kecerdasan Asaroeddin dalam menangkap permasalahan aktual yang terjadi dalam masyarakat tersurat dalam berbagai judul cerpen yang dia buat, seperti “Kredit Motor”, “Gundik”, dan “Pedagang Kaki Lima”. Penekanan pada tema-tema kemanusiaan dalam berpuisi, Asaroeddin Malik Zulqornain mampu memberikan corak tersendiri bagi para pembacanya. Secara garis besar, kandungan yang terdapat dalam karya-karya Asaroeddin merupakan perpaduan antara unsur moral, estetis, heroisme, keagamaan, dan humor.
![]() |
Saat membacakan Salah satu karyanya "Smanda" Pada acara Silaturahmi & Panggung Sastrawan Lampung, 24/12/2013 |
Pengemar Asmaraman Kho Ping Hoo ini tidak pernah berhenti berjuang mencurahkan hidupnya untuk masyarakat Lampung. Bersama-sama seniman lampung lainnya, Asaroeddin turut membidani lahirnya Dewan Kesenian Lampung (DKL) pada 17 September 1993. Jabatan dewan pembina di lingkungan Dewan Kesenian Lampung membuat nama Asaroeddin Malik Zulqornain Ch. tidak asing di telinga para penggiat sastra di Lampung. Pria yang dikenal juga dengan nama Amzuch ditunjuk oleh DKL untuk duduk sebagai Dewan Kehormatan periode 2005—2008.
Asaroeddin Malik Zulqornain Ch. memiliki keterampilan menulis berkat kemauan keras dan kesungguhan hatinya. Puisinya yang berjudul “Selamat Pagi Pancasila” memenangkan lomba puisi yang ditaja oleh BP 7 provinsi Lampung pada tahun 1985. Selain sastra, dunia teater pernah juga digelutinya. Di bawah bimbingan guru besarnya MZ Simatupang, Asaroeddin Malik Zulqornain Ch pernah mengikuti Lomba Teater Nasional yang diselenggarakan oleh Depdiknas tahun 1992. Dia juga pernah tampil membacakan cerpen-cerpen humor karyanya sendiri di Taman Budaya Lampung pada 1993 dan tampil dalam pentas teater di Gedung Veteran bersama sanggar teater CIA asuhannya.
Selain itu, Asaroeddin juga pernah menjuarai lomba baca puisi tingkat SMA yang ditaja oleh Kantor Wilayah Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung. Tahun 1991, tanggal 13 Agustus, suara lantangnya membuahkan hasil. Dia menjadi pemenang II lomba baca cerpen menyambut Dies Natalis XVI dan wisuda sarjana III STKIP Muhammadiyah Kotabumi, Lampung. Dalam acara tingkat nasional Festival Krakatau Tahun 2005, dirinya terpilih untuk menulis naskah cerita “Pangeran Liman Sakti” sekaligus sebagai narator dalam pagelaran Sendratari Gajah di dermaga III pelabuhan Bakauheni. Asaroeddin menyampaikan refleksi pada acara Panggung Penyair Indonesia di Taman Budaya Lampung pada 18 Juni 2005. Menurutnya, penyelenggaraan refleksi bisa dijadikan sebuah wacana bagi perkembangan dunia sastra di Lampung ke depan. Walaupun dirinya sibuk sebagai pegawai negeri sipil, namun perhatiannya pada dunia sastra tak pernah dia tinggalkan. Hal itu dibuktikan Asaroeddin dengan menjadi juri Lomba Baca Puisi Lampung Tingkat SLTA pada 1—3 September 2005 yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Lampung. Bersama-sama seniman Lampung, pada akhir Oktober 2005, dia mengikuti Kongres Kesenian II di Jakarta.
![]() |
Bersama Sastrawa Lampung lain pada Silaturahmi & Panggung Sastrwan Lampung, TBL, 24/12/2013 |
Asaroeddin, layaknya manusia pada umumnya, tidak bisa lari dari kenyataan bahwa dia juga punya kelebihan dan kekurangan. Sumbang saran ataupun kritik dari sesama sastrawan maupun orang awam terhadap karyanya pernah singgah menampar dan menyejukkan dirinya. Seperti Isbedy Stiawan, mengatakan bahwa karya-karya Asaroeddin banyak dipengaruhi oleh gaya Chairil Anwar. Sebagai teman, Isbedy menegaskan bahwa Asaroeddin adalah guru spiritualnya, selalu mengajarkan serta menasehati untuk selalu mendekat kepada Tuhan dan menjauhi segala larangan-Nya. Syaiful Irba Tanpaka, sastrawan sekaligus teman, berkomentar bahwa Asaroeddin adalah sastrawan yang produktif kisaran tahun 80-an sampai 90-an. “Kami pernah berlomba mengirimkan karya ke surat kabar, siapa yang paling banyak karyanya dimuat akan dibayar dan akhirnya Asaroeddin pemenangnya, karyanya yang dimuat media massa tiga buah, Isbedy Stiawan 2 buah dan saya satu buah” ungkap Syaiful seraya mengenang masa lalunya bersama Isbedy dan Asaroeddin.
“Saya bukan siapa-siapa, tidak ada apa-apanya dan tak pernah jadi apapun. Saya hanya ingin jadi diri sendiri yang memang hidup hanya untuk menunda kekalahan, namun sebelum kalah, saya harus menikmatinya penuh rasa syukur”. Ungkapan sang maestro puisi, Chairil Anwar, tersebut dijadikan prinsip hidup oleh Asaroeddin Malik Zulqornain Ch. yang membuatnya terus bersyukur atas segala nikmat yang diberikan Tuhan kepadanya.
Karya-karya Asaroeddin sangat banyak, hampir 200 karya pernah dimuat di berbagai media massa, lokal maupun nasinal, berikut ini diantaranya.
1. Cerpen
1) “Nomor 289 Untuk 5 Menit” Pelita, 20 Oktober 1978.
2) “Datuk” Sinar Harapan, 27 Agustus 1980.”
3) “Awas Ada Anjing Galak” Suara Karyai 9 November 1980.
4) “Sumur” Merdeka, 6 September 1981.
5) “Tidak Untuk Keduakalinya” Detektif Romantika, 15 Oktober 1981.
6) “Umur” Kharisma nomor: 2, Januari 1982.
7) “Clurit” Simponi, 8 dan 14 Mei 1982.
8) “Wibawa” Merdeka, 17 Nopember 1982.
9) “Simbok Yang Malang” Harmonis, 1982.
10) “Tragedi Tukang Embat’ Humor edisi 121, 1 April 1985.
11) “Sepasang Kaki Telanjang” Swadesi, 18 Agustus 1985.
12) “Tudingan” Simponi, 8—14 Desember 1985.
13) “Antara Merak Bakauheni” Simponi, 3—9 Juni 1984.
14) “Gerobak” Merdeka, tanggal 21 Maret 1982.
15) “Semanda” Lampung Post, 26 Januari 1991.
16) “Sempurna Tanpa Bulan” Trans Sumatra, 10 Desember 2000.
17) “Ketergantungan” Trans Sumatra, 25 Februari 2001.
18) “Telunjuk” Lampung Post, 18 Maret 2001.
19) “Tersangka” Sumatra Post, 22 Februari 2003.
20) “Astiga” Lampung Post, 9 Maret 2003.
2. Cerita Anak
1) “Abah Amat” Sinar Harapan, 2 Juni 1979.
2) “Dari Koran Pak” Sinar Harapan, 1 Desember 1979.
3) “Andi Kenapa Kau” Suara Karya, 8 Maret 1980.
4) “Akhirnya Ayah Mau Mengerti” Suara Karya, 10 Januari 1981.
5) “Ayah Akan Pensiun” Suara Karya, 18 April 1981.
6) “Belum Terlambat” Pelita, 6 Januari 1982.
7) “Dalam Sucinya Ramadhan” Sinar Harapan, 3 Juli 1982.
8) “Adik Kecil” Merdeka, 28 Agustus 1983.
9) “Ketupat Lebaran Buat Emak” Suara Karya, 9 Juli 1983
10) “Tembang Juang Sang Pahlawan” Suara Karya, 12 Nopember 1983.
3. Puisi
1) “Kelabu Biru”, 1977.
2) Nyanyi Tanah Putih, (Antologi Puisi Penyair Muda Lampung, Sanggar Sastra CIA, 1979).
3) “Aku Haus”, 1980.
4) ”Sajak”, 1980.
5) “Selamat Pagi Pancasila” (Menjuarai Lomba Puisi yang diselenggarakan BP7 Provinsi Lampung), 1985.
6) “Tetap Berseri”, 1978.
7) “Kepada T”, 1978.
8) “Lebon”, 2003.
9) “Senggulan”, 2003.
10) “Lohot Tandang Midang”, 2003.
![]() |
Salah satu karya Bang Amzuch di blog Pekik yang Mencekik |
![]() |
Salah satu karya Bang Amzuch di blog Pekik yang Mencekik |
Beberapa karyanya rapi tersimpan di blog: PEKIK YANG TERCEKIK (http://amzuch.blogspot.com)
sumber; http: arahlautlepas.blogspot.com
0 on: "Amzuch dan Sanggar Cakrawala Ide Anak Muda (CIA)"