Riffian A Chepy, Ketua Umum Dewan Kesenian Metro Kepala Bidang Kebudayaan di Dinas Dikbudpora Kota Metro |
Buah Kerja Keras dan Konsistensi
Ia penyuka musik bergenre Rock'n Roll, aktor dan sutradara teater, hobi deklamasi puisi dan seorang orator yang ulung. Semasa mahasiswa selain bergelut di dunia seni ia aktif di sejumlah organisasi, gemar menggalang masa dan melakukan aksi mengkritisi penguasa, piawai dalam membangun jaringan, supel, dan pemberani. Ia juga dianugerahi bakat kecerdasan berbahasa di atas rata-rata, hal itu menjadi modal utama dalam meniti karir dan berkeseniannya.
Akhirnya setelah sekian lama menunggu, sebentuk biografi singkat dari perjalanan seorang yang sangat saya hormati, Rifian Al Chepy bisa saya tuliskan. Meskipun tentu masih banyak hal yang pasti tak tersampaikan. Kami biasa memanggilnya Mang Chepy, tapi sebagian orang memanggilnya Rifian.
Ada banyak cerita
tentangnya, baik ketika bertatap muka atau berdasar informasi yang saya peroleh
dari beberapa teman. Seru. Mungkin kata itu
yang tepat untuk menggambarkan lika-liku kehidupan sosok yang penampilannya yang tenang dan pecinta musik bergenrel Rock N roll ini, Meski sudah terbilang
sukses tapi senyum ramah, hangat, dan sambutannya
yang bersahabat masih seperti ketika pertama saya mengenalnya. Jadi jangan
terkejut jika dia marah kalau tahu kita ke Metro sampai tak menghubungi atau
mampir ke rumahnya. Tapi, ya itu, kebiasaannya mengejek
halus ternyata belum hilang juga,
namun jujur suasana itu juga yang kami rindukan karena di baliknya selalu ada
motivasi.
Sambil mengamati jenis-jenis
batu akik
koleksinya, menikmati segelas kopi, sesekali berbincang dengan Taji (anak
tertua Chepy), mengamati koleksi tanaman hias dan burung-burung piarannya, kami
akan berbincang tentang dunia pendidikan, seni, tentang menulis, dunia
jurnalistik, SDM yang kurang greget, generasi muda yang enggan berproses
dan instan, tentang mahasiswa bermental
ayam sayur, ukmbs unila, atau tentang rencana membuat
kegiatan yang barangkali perlu dilakukan bagi kemajuan individu, masyarakat,
dan syukur-syukur peradaban di Lampung.
Setelah ia menetap di Kota
Metro, hampir setiap even kegiatan
budaya yang di gelar di Kota
Metro melibatkanya, mulai dari workshop, lomba, pameran
atau pun pagelaran dari berbagai cabang seni seperti teater, Musik, puisi, seni rupa, photografi
dan kesenian rakyat hingga batu akik. Maklum saja Suami dari Hidayati ini
merupakan penggagas Dewan Kesenian Metro
sejak tahun 2003, dan tahun 2012 lalu didaulat oleh pekerja seni Metro sebagai
Ketum Dewan Kesenian Metro, dan sejak
2013 diberi amanah sebagai Kepala Bidang
Kebudayaan di Dinas Dikbudpora kota Metro.
Jalanan itu terjal dan
berliku
Riffian A Chepy, semasa mahasiswa |
Tepat
pada peringatan hari pahlawan 10 November 1972,
Chepy dilahirkan di Kedurang
Bengkulu Selatan,
bernama lengkap Rifian Hadi.
Pada usia sekolah ia kembali harus pindah ke Bandar Lampung mengikuti kedua orang tuanya. Sekolah Dasar
ditempuhnya di SDN 1 Durian Payung Bandar Lampung. Sekolah Menengah Pertama
di SMPN Sumur Batu Teluk Betung, dan dilanjutkan di SMAN
4 Tanjungkarang, Bandar Lampung.
Penutupan Register 39 Kota Agung Utara
pada tahun 1988 akhirnya mengurungkan niatnya untuk menempuh pendidikan tinggi sekolah
seni, maklum perkebunan kopi yang menjadi mata pencarian orang tuanya harus ditutup
kerena program reboisiasi yang di galakkan oleh pemerinthan Orde Baru pada waktu itu.
Alhasil setamat SMA tahun 1990,
Chepy memutuskan untuk menunda niatnya
kuliah dan lebih banyak mengisi aktifitasnya di lorong King dan Pasar
Seni Enggal, hasratnya terhadap seni pada saat itu sudah ada walau belum fokus
pada salah satu cabang seni.
Pada masa ini ia memutuskan untuk menengok kampung halamannya
di Kedurang, Manna Bengkulu Selatan.
Selama di kedurang ia juga sempat mengajar
Bahasa Inggris di SMA yang baru
didirikan. Dia juga pernah melakoni profesi
mulai dari penerjemah, pekerja pabrik sawit, berdagang hingga menjadi vocalis
band rock untuk di daerah yang terkenal dengan durian temabaga itu.
Pintu itu mulai terbuka
Chepy dan beberapa anggota UKMBS Unila |
Pintu itu mulai terbuka,
angin mulai terbaca arahnya. Mungkin kalimat tersebut tepat untuk menyatakan
periode hidupnya ketika memasuki tahun 1992. Tepatnya saat ia diterima
sebagai mahasiswa FKIP jurusan Bahasa dan Seni FKIP Unila untuk program
study D3 Bahasa Inggris.
Sewaktu masih mahasiswa, dia
termasuk yang dikenal bengal dan doyan berkelahi. Tapi dia juga sangat aktif di
sejumlah organisasi, gemar mengorganasir masa dan orasi, baca puisi, dan menyanyi. Bengal tapi
pinter. Mungkin karena jaman susah ketika itu, dan juga mungkin karena latar
belakang keluarga yang membuatnya demikian. Yang pasti, capaian
yang sekarang ia dapatkan itu, jalannya sangat
panjang berliku.
Pada
tahun 1992 ia membentuk Teater
Kurusetra UKMBS Unila bersama Iswadi,
Panji dkk. Sejak itu kehidupan
teater kampus mulai bergeliat,
yang agak berbeda dengan gaya pendahulu mereka sebelumnya Didi Pramudya
Mukhtar. Hal yang membangkitkan
semangatnya, pada awal penerimaan mahasiswa baru
peminat teater ternyata cukup tinggi, sehingga
divisi ini mulai memiliki program latihan rutin dan melahirkan beberapa pementasan.
“Menjadi
seniman dan aktivis itu membuat kita lebih
fleksibel
dan bisa gaul ke mana saja, karena seni itu universal dan tanpa sekat-sekat,” tegasnya.
Pada
tahun 1994 Iswadi, Panji Utama dan AJ Erwin memutuskan untuk mengembangkan
sastra dan teater di luar kampus mereka mendirikan Forum Semesta, lalu Iswadi medirikan taeter
Satu Lampung. Teater Kurusetra UKMBS
Unila yang baru eksis
sempat kehilangan panutanya, dan ia pun didaulat menjadi
sutradara, bersama rekan-rekan sengkatannyanya seperti Novi Balga,Muhamad
Thantowi, Wahyu Jatmiko, Juliandi, Jhoni Hendri, Cep Mangkuraya yang memiliki semangat
membangun teater kampus dan tetap berproses.
Kemudian lahir kembali angkatan berikutnya
seperti Ari Pahala Hutabarat, Maulana SW, Budi LPG, Neri Juliwan, Indra Putra, M. yunus dan Iin Mutmainah, Ardiansyah Zilalin
dan taeterKuruserta tetap eksis dan
kian berkembang di belantara teater Lampung.
Tahun 1995 studi D-3 Bahasa Inggris selesai , lalu melakukan Transfer
Program studi ke S1 di fakultas yang sama, pada tahun 1995. Pada tahun ini lelaki bertubuh tegap terpilih sebagai ketua UKMBS Unila. Saat itu
UKMBS bisa disebut sebagai UKM terbesar di unila, anggotanya sangat banyak dengan divisi
yang terus berkembang dan semua kegiatan seni kemahasiswaan dan perguruan
tinggi terpusat di
sini. Cukup
banyak garapan sendratasik kolosal lahir seperti
Pesta Rakyat
Sakura, Recako
Tulang Bawang, lawatan Majapatih di Ruwa Jurai,Dayang Rindu, untuk tetaer
sendiri sebagai sutradara dan aktor Chepy bersama kelompoknya pernah
mementaskan, Berbiak dalam Asbak (Zak
Syorga), Aljabar, Geer (putu Wijaya), Aum (Putu Wiajaya), Pinangan (anton
Chekov) dan Pernah menjadi
Pemenang Harapan 1 pada Peksiminas Bandung Tahun tahun 1996
Di dunia sastra ia pun cukup aktif menulis
puisi dan essay beberapa karyanya termuat dalam antology puisi, Daun-daun Jatuh Tunas- tunas Tumbuh,
Menikam Senja Membidik Cakrawala, dari Jung: Ujung Pulau serta dimuat
dibeberapa surat kabar seperti
Lampung Post, Sumatera Post,
dan lain sebagainya
Cheppy, saat menyampaikan kata sambutan pada acara Festival Putri Nuban 2014 |
Selain sebagai
aktor dan sutradara teater, sosok
yang dikenal berani ini juga gemar membaca puisi, dan pernah menjuarai
berbagai even baca puisi. Karenannya ia sering
diundang oleh fakultas-fakultas yang mengelar acara seni tiap bulannya. Di era
92 hingga 98 gerakan mahasiswa dikampus juga memasuki masa yang kritis dan ia terlibat di banyak
gerakan mahasiswa , mulai dari persolan tanah Way Hui,
gerakan bubarkan senat mahasiswa, hingga gerakan tumbangkan Soeharto. Dan Chepy selalu lantang membacakan puisi, berorasi atau pun menjadi koordinator lapangan mengkritisi penguasa.
Tahun 1996 Pada saat Ratna Sarumpaet
akan mementaskan Marsinah Mengugat
yang di cekal oleh Polda lampung dan Mundurnya panitia dari DKL sebagai penyelenggara, bersama Gunawan
Parikesit dan Andrian True yang disupport oleh LBH Bandar lampung tetap meggelar
pertunjukan ini bersama para seniman muda dan aktivis berbagai perguruan tinggi
di lampung.
Segundang pengalaman dan
luasnya wawasan, khususnya konteks seni dan budaya
Lampung selama di UKMBS Unila, membuat Anshori Djausal dan
Rizani Puspawijaya tanpa ragu
memintanya untuk menjadi koordinator pada Program Pemberdayaan
Kampung Tua di Kabupaten Way Kanan, pada
kegiatan ini lah Chepy banyak menyambangi masyarakat adat lampung dan belajar
persoalan budaya masyarakat lampung secara langsung.
Sebagai Alumni FKIP tahun 1999, Chepy memasuki dunia kerja sebagai seorang guru. Ia tercatat pernah mengajar bahasa Inggris dan seni budaya di SMP Wiyatama, Pusdikba SMP Al-Kautsar dan Dosen Luar Biasa di ABA Yunisla untuk mata kuliah Sastra Inggris. Tahun 1999 ia mendaftar dan diangkat menjadi PNS di Way Kanan dan mengajar di Kecamatan Negeri Besar, ia aktif mengadvokasi persoalan guru lewat Forum Martabat Guru Indonesia (FMGI) dan pernah menjadi penggurus DPP Federasi Guru Independent Indonesia (FGII). Semasa ini juga bergabung sebagai fasilitator pendidikan Di Komite Anti Korupsi (KoAK) Lampung.
Kesibukan dunia kerja menyita waktu dan membuatnya tak bisa beraktifitas
kembali di dunia teater
sebagaimana sebelumnya, namun
ia masih sempet aktif di
kepengurusan Dewan Kesenian Lampung sebagai anggota komite teater DKL.
Setelah tahun mengabdi di kabupaten Way Kanan, tahun 2003 ia memutuskan mutasi kerja ke kota
Metro. Setelah menetap di Metro inilah ia membentuk
Dewan Kesenian Metro (DKM)
bersama para tokoh seni Metro, seperti Tato Gunarto, Sigit Rahmanto, Sugeng
Haryono, Syamsul Arifin, Rifian Al Chepy, Mustaan Basran, Fadila Yani, dan
Anthoni Marzuki.
Musyarawah para pekerja dan pemerhati
seni pertama dilakukan tanggal 1 januari
2003 tersebut bertempat di kediaman Sigit Rahmanto dan berhasil membentuk
kepengurusan Dewan Kesenian Metro. Baru
delapan bulan Kemudian, tepatnya tanggal
23 Agustus 2003, kepengurusan periode pertama 2003-2008 yang dikomandoi oleh
Tato Gunarto dikukuhkan oleh Walikota
Metro Mozes Herman dan dihadiri oleh para pengurus Dewan Kesenian Lampung
(DKL). Pada bulan Austus 2012 ada
proses reorganisasi ditubuh Dewan
kesenian Metro, kepengurusan DKM kali
ini banyak di dominasi oleh generasi
muda, periode kepengurusan yang
akan berakhir pada tahun 2017 ini di ketuai oleh Rifian Al Chepy.
Chepy, saat memberikan sambutan pada workshop akting kerjasama Dewan Kesenian Metro dan DKL |
Realitas itulah yang akhirnya menjadi program awal ketika DKM baru berdiri, Kegiatan DKM lebih banyak memperkuat basis organisasi seni di kampus, seperti di STAIN dan UM Metro, terutama untuk sastra dan tetaer. Lalu terbentuklah embrio Teater UKM IMPAS di STAIN, dan menghidupkan kembali Teater Mentari di Universitas Muhammadyah Metro juga sanggar teater di STKIP PGRI Metro.jejak yang ditinggalkan pada masa ini adalah terbitnya antology puisi penyair Metro 100 M Dari Gardu Jaga yang kebanyakan penulisnya adalah pekerja seni kampus di Metro.
Sudah tak terhitung jumlah workshop atau
pelatihan yang telah DKM laksanakan.
Misalnya workshop untuk seni rupa kontemporer, setelah workshop
berlanjut pameran, di akhir pameran DKM
juga acap mengadakan dialog dan sarasehan. Sebagai hasilnya beberapa karya pelukis Metro mereka
sudah menembus Galeri Nasional dan galeri-galeri lain di luar Lampung. Sebut
saja misalnya Firmansyah, Bernas Wahyu Widiarti, Edy Purwantoro, Rusmedi Jamaludin, Johni Putra, Mukhsin dan
lain-lain.
Peresmian Pendidikan Inklusi di Metro oleh Unesco, 2013 |
Mendorong Pemimpin peduli pada Seni & Budaya
Di samping mengurusi DKM, alumni Pasca Sarjana Teknologi Pendididkan Unila juga
mengurusi penyandang difabel yang berusia sekolah dengan menjadi ketua Pokja
Pendidikan Inklusi Metro yang telah diligitimed oleh perwakilan Unesco. Pendidikan Inklusi di Metro
bahkan menjadi model pendidikan inklusi pertama di Lampung. Di tengah kesibukannya itu ia masih mampu
meluangkan waktu menjadi redatur pelaksana pada Bulletin
Budaya
Disdikbudpora Metro.
Ayah 3 orang putra ini berharap kepala
daerah mulai memandang
budaya sama pentingnya seperti juga oleh raga, baik dari pendanaan maupun
pembangunan fasilitas.
“Tidak
terlalu penting siapa Ketua Dewan Kesenian,
yang lebih penting adalah kepala daerah
memiliki kepedulian
pada seni Budaya, sehingga seniman dapat berkarya dan men-regenarasi kaum muda
untuk berkreatifitas melalui seni,
dan sudah masanya organisasi
seni dan seniman mempunyai posisi tawar sendiri tanpa harus mengandalkan power istri
atau pejabat publik, karena itu akan instan,
yang harus menjadi strategi saat ini seniman terlibat dalam advokasi program
pemerintah agar sinergi dengan kebutuhan dan perkembangan seni kontemporer,
seniman bisa terus berkarya dan ada penghargaan
atas karya-karya mereka, dan pemerintah wajib mengambil peran di sana,” ujarnya.
Saat merayakan ulang tahun bersama keluarga |
Biodata
Nama : Riffian A. Chepy, M.Pd.
Kelahiran :
Kedurang (Bengkulu Selatan), 10
November 1972
Ayah : Tasran
Solekarim
Ibu : Aryam
Isteri : Hidayati,
SE
Anak :
1. Tadjie Mushafa
Hadi
2. Rifa Nasfisa
Hadi
3. Kayla Issaniayah Hadi
Pekerjaan/jabatan
1. Ketum Dewan Kesenian Metro (2012 hingga sekarang)
2. Kepala
Bidang Kebudayaan di Dinas Dikbudpora kota Metro (2013-sekarang)
3. Ketua
Pokja Pendidikan Inklusi Kota Metro (2013-sekarang)
4. Redaktur Pelaksana Bulletin Budaya Metro
4. Redaktur Pelaksana Bulletin Budaya Metro
0 on: "Rifian Al Chepy: Harmoni antara Karir dan Seni"