Selasa, 20 Januari 2015

Rifian Al Chepy: Harmoni antara Karir dan Seni


 

Riffian A Chepy, Ketua Umum Dewan Kesenian Metro
Kepala Bidang Kebudayaan di Dinas Dikbudpora Kota Metro
                     
oleh: alexander gb

Buah Kerja Keras dan Konsistensi

Ia penyuka musik bergenre Rock'n Roll, aktor dan sutradara teater,  hobi deklamasi puisi dan seorang orator yang ulung.
Semasa mahasiswa selain bergelut di dunia seni ia aktif di sejumlah organisasi, gemar menggalang masa dan melakukan aksi mengkritisi penguasa, piawai dalam membangun jaringan, supel, dan pemberani. Ia juga dianugerahi bakat kecerdasan berbahasa di atas rata-rata, hal itu menjadi modal utama dalam meniti karir dan berkeseniannya.

Akhirnya setelah sekian lama menunggu, sebentuk biografi singkat dari perjalanan seorang yang sangat saya hormati, Rifian A
l Chepy bisa saya tuliskan. Meskipun tentu masih banyak hal yang pasti tak tersampaikan. Kami biasa memanggilnya Mang Chepy, tapi sebagian orang memanggilnya Rifian. 

Ada banyak cerita tentangnya, baik ketika bertatap muka atau berdasar informasi yang saya peroleh dari beberapa teman.  Seru. Mungkin kata itu yang tepat untuk menggambarkan lika-liku kehidupan sosok yang penampilannya yang tenang dan pecinta musik bergenrel Rock N roll ini, Meski sudah terbilang sukses tapi senyum ramah, hangat,  dan sambutannya yang bersahabat masih seperti ketika pertama saya mengenalnya. Jadi jangan terkejut jika dia marah kalau tahu kita ke Metro sampai tak menghubungi atau mampir ke rumahnya. Tapi, ya itu, kebiasaannya  mengejek halus ternyata belum hilang juga, namun jujur suasana itu juga yang kami rindukan karena di baliknya selalu ada motivasi.

Sambil mengamati jenis-jenis batu akik koleksinya, menikmati segelas kopi, sesekali berbincang dengan Taji (anak tertua Chepy), mengamati koleksi tanaman hias dan burung-burung piarannya, kami akan berbincang tentang dunia pendidikan, seni, tentang menulis, dunia jurnalistik, SDM yang kurang greget, generasi muda yang enggan berproses dan instan,  tentang mahasiswa bermental ayam sayur, ukmbs unila, atau tentang rencana membuat kegiatan yang barangkali perlu dilakukan bagi kemajuan individu, masyarakat, dan syukur-syukur peradaban di Lampung.

Setelah ia menetap di Kota Metro, hampir setiap even  kegiatan  budaya   yang di gelar di Kota Metro melibatkanya,  mulai dari workshop, lomba,  pameran atau pun  pagelaran dari berbagai  cabang seni seperti  teater, Musik, puisi, seni rupa, photografi dan kesenian rakyat hingga batu akik. Maklum saja Suami dari Hidayati ini merupakan penggagas  Dewan Kesenian Metro sejak tahun 2003, dan tahun 2012 lalu didaulat oleh pekerja seni Metro sebagai Ketum Dewan Kesenian Metro, dan sejak 2013  diberi amanah sebagai Kepala Bidang Kebudayaan di Dinas Dikbudpora kota Metro. 

Jalanan itu terjal dan  berliku

Riffian A Chepy, semasa mahasiswa
 Tepat pada peringatan hari pahlawan 10 November 1972, Chepy  dilahirkan di Kedurang Bengkulu Selatan, bernama lengkap Rifian Hadi.  Pada  usia sekolah ia kembali harus pindah ke Bandar Lampung  mengikuti kedua orang tuanya. Sekolah  Dasar ditempuhnya di SDN 1 Durian Payung Bandar Lampung. Sekolah Menengah Pertama  di SMPN Sumur Batu Teluk Betung, dan dilanjutkan di SMAN 4 Tanjungkarang, Bandar Lampung.

Penutupan Register 39 Kota Agung Utara pada tahun 1988 akhirnya mengurungkan niatnya untuk menempuh pendidikan tinggi sekolah seni, maklum perkebunan kopi yang menjadi mata pencarian orang tuanya harus ditutup kerena program reboisiasi yang di galakkan oleh pemerinthan Orde Baru pada waktu itu. Alhasil setamat SMA tahun 1990, Chepy memutuskan untuk menunda niatnya  kuliah dan lebih banyak mengisi aktifitasnya di lorong King dan Pasar Seni Enggal, hasratnya terhadap seni pada saat itu sudah ada walau belum fokus pada salah satu cabang seni.
 
Pada masa ini ia memutuskan untuk menengok kampung halamannya di Kedurang, Manna Bengkulu Selatan. Selama di kedurang  ia juga sempat mengajar Bahasa Inggris  di SMA yang baru didirikan. Dia  juga pernah melakoni profesi mulai dari penerjemah, pekerja pabrik sawit, berdagang  hingga menjadi  vocalis band rock untuk di daerah yang terkenal dengan durian temabaga itu.

Pintu itu mulai terbuka

Chepy dan beberapa anggota UKMBS Unila
Pintu itu mulai terbuka, angin mulai terbaca arahnya. Mungkin kalimat tersebut tepat untuk menyatakan periode hidupnya ketika memasuki tahun 1992. Tepatnya saat ia  diterima  sebagai mahasiswa FKIP jurusan Bahasa dan Seni FKIP Unila untuk program study D3 Bahasa Inggris.

Sewaktu masih mahasiswa, dia termasuk yang dikenal bengal dan doyan berkelahi. Tapi dia juga sangat aktif di sejumlah organisasi, gemar mengorganasir masa dan orasi, baca puisi, dan menyanyi. Bengal tapi pinter. Mungkin karena jaman susah ketika itu, dan juga mungkin karena latar belakang keluarga yang membuatnya demikian. Yang pasti, capaian yang sekarang ia dapatkan itu, jalannya sangat panjang berliku.
Pada tahun 1992 ia membentuk Teater Kurusetra UKMBS Unila bersama Iswadi, Panji dkk.  Sejak itu kehidupan teater kampus mulai bergeliat, yang agak berbeda dengan gaya pendahulu mereka sebelumnya Didi Pramudya Mukhtar. Hal yang membangkitkan semangatnya, pada awal penerimaan mahasiswa baru peminat teater ternyata cukup tinggi, sehingga divisi ini mulai memiliki program latihan rutin dan melahirkan beberapa pementasan. 

Menjadi seniman dan aktivis itu membuat kita lebih  fleksibel dan bisa gaul ke mana saja, karena seni itu universal dan tanpa sekat-sekat, tegasnya.

Pada tahun 1994 Iswadi, Panji Utama dan AJ Erwin memutuskan untuk mengembangkan sastra dan teater di luar kampus mereka mendirikan Forum Semesta, lalu Iswadi medirikan taeter Satu Lampung. Teater Kurusetra UKMBS Unila yang baru eksis sempat kehilangan panutanya, dan ia pun didaulat menjadi sutradara, bersama rekan-rekan sengkatannyanya seperti Novi Balga,Muhamad Thantowi, Wahyu Jatmiko, Juliandi, Jhoni Hendri, Cep Mangkuraya yang memiliki semangat membangun teater kampus dan tetap berproses. Kemudian lahir kembali angkatan berikutnya seperti Ari Pahala Hutabarat, Maulana SW, Budi LPG, Neri Juliwan, Indra Putra,  M. yunus dan Iin Mutmainah, Ardiansyah Zilalin dan taeterKuruserta tetap eksis dan kian berkembang di belantara teater Lampung.

Tahun 1995 studi D-3 Bahasa Inggris selesai , lalu melakukan Transfer Program studi ke S1 di fakultas yang sama, pada tahun 1995. Pada tahun ini lelaki bertubuh tegap  terpilih sebagai ketua UKMBS Unila.  Saat itu UKMBS bisa disebut sebagai UKM terbesar di unila, anggotanya sangat banyak dengan divisi yang terus berkembang dan semua kegiatan seni kemahasiswaan dan perguruan tinggi  terpusat di sini.  Cukup banyak garapan sendratasik kolosal lahir seperti Pesta Rakyat Sakura, Recako Tulang Bawang, lawatan Majapatih di Ruwa Jurai,Dayang Rindu, untuk tetaer sendiri sebagai sutradara dan aktor Chepy bersama kelompoknya pernah mementaskan, Berbiak dalam Asbak (Zak Syorga), Aljabar, Geer (putu Wijaya), Aum (Putu Wiajaya), Pinangan (anton Chekov) dan Pernah menjadi Pemenang Harapan 1 pada Peksiminas Bandung Tahun tahun 1996

Di dunia sastra ia pun cukup aktif menulis puisi dan essay beberapa karyanya termuat dalam antology puisi, Daun-daun Jatuh Tunas- tunas Tumbuh, Menikam Senja Membidik Cakrawala, dari Jung: Ujung Pulau serta dimuat dibeberapa surat kabar seperti Lampung Post, Sumatera Post, dan lain sebagainya

Cheppy, saat menyampaikan kata sambutan pada acara Festival Putri Nuban 2014
 Perjuangan sebagai pelaksanaan kata-kata
Selain sebagai aktor dan sutradara teater, sosok yang dikenal berani ini juga gemar membaca puisi, dan pernah menjuarai berbagai even baca puisi. Karenannya ia sering diundang oleh fakultas-fakultas yang mengelar acara seni tiap bulannya. Di era 92 hingga 98 gerakan mahasiswa dikampus juga memasuki masa yang kritis dan ia terlibat di banyak gerakan mahasiswa , mulai dari persolan tanah Way Hui, gerakan bubarkan senat mahasiswa, hingga gerakan tumbangkan Soeharto. Dan Chepy selalu lantang membacakan puisi, berorasi atau pun menjadi koordinator lapangan mengkritisi penguasa.
 
Tahun 1996 Pada saat Ratna Sarumpaet akan mementaskan Marsinah Mengugat yang di cekal oleh Polda lampung dan Mundurnya panitia dari  DKL sebagai penyelenggara, bersama Gunawan Parikesit dan Andrian True yang disupport oleh LBH Bandar lampung tetap meggelar pertunjukan ini bersama para seniman muda dan aktivis berbagai perguruan tinggi di lampung.

Segundang pengalaman dan luasnya wawasan, khususnya konteks seni dan budaya Lampung selama di UKMBS Unila, membuat Anshori Djausal dan Rizani Puspawijaya tanpa ragu memintanya untuk menjadi koordinator pada Program Pemberdayaan Kampung Tua  di Kabupaten Way Kanan, pada kegiatan ini lah Chepy banyak menyambangi masyarakat adat lampung dan belajar persoalan budaya masyarakat lampung secara langsung.

Sebagai Alumni FKIP tahun 1999, Chepy memasuki dunia kerja sebagai seorang guru. Ia tercatat pernah mengajar bahasa Inggris dan seni budaya di SMP Wiyatama, Pusdikba SMP Al-Kautsar dan Dosen Luar Biasa di ABA Yunisla untuk mata kuliah Sastra Inggris. Tahun 1999 ia mendaftar dan diangkat menjadi PNS di Way Kanan dan mengajar di Kecamatan Negeri Besar,  ia aktif mengadvokasi persoalan guru lewat Forum Martabat Guru Indonesia (FMGI) dan pernah menjadi penggurus DPP Federasi Guru Independent Indonesia (FGII). Semasa ini juga bergabung sebagai fasilitator pendidikan Di Komite Anti Korupsi (KoAK) Lampung.
 
Kesibukan dunia kerja  menyita waktu dan membuatnya tak bisa beraktifitas kembali di dunia teater sebagaimana sebelumnya, namun ia masih sempet aktif di kepengurusan Dewan Kesenian Lampung sebagai anggota komite teater DKL.

Setelah tahun mengabdi di kabupaten Way Kanan, tahun 2003 ia memutuskan mutasi kerja ke kota Metro. Setelah menetap di Metro inilah ia membentuk Dewan Kesenian Metro (DKM) bersama para tokoh seni Metro, seperti Tato Gunarto, Sigit Rahmanto, Sugeng Haryono, Syamsul Arifin, Rifian Al Chepy, Mustaan Basran, Fadila Yani, dan Anthoni Marzuki.

Musyarawah para pekerja dan pemerhati seni  pertama dilakukan tanggal 1 januari 2003 tersebut bertempat di kediaman Sigit Rahmanto dan berhasil membentuk kepengurusan Dewan Kesenian Metro.  Baru delapan bulan Kemudian, tepatnya  tanggal 23 Agustus 2003, kepengurusan periode pertama 2003-2008 yang dikomandoi oleh Tato Gunarto   dikukuhkan oleh Walikota Metro Mozes Herman dan dihadiri oleh para pengurus Dewan Kesenian Lampung (DKL). Pada bulan Austus 2012  ada proses  reorganisasi ditubuh Dewan kesenian Metro, kepengurusan DKM  kali ini banyak di dominasi oleh generasi  muda, periode kepengurusan  yang akan berakhir pada tahun 2017 ini di ketuai oleh Rifian Al Chepy.

Chepy, saat memberikan sambutan pada workshop akting
kerjasama Dewan Kesenian Metro dan DKL

Realitas itulah yang akhirnya menjadi program awal ketika DKM baru berdiri, Kegiatan DKM  lebih banyak memperkuat basis organisasi seni di kampus, seperti di STAIN dan UM Metro, terutama untuk sastra dan tetaer. Lalu terbentuklah embrio  Teater UKM IMPAS di STAIN, dan menghidupkan kembali  Teater Mentari di Universitas Muhammadyah Metro juga sanggar teater di STKIP PGRI Metro.jejak yang ditinggalkan pada masa ini adalah terbitnya antology puisi penyair Metro 100 M Dari Gardu Jaga yang kebanyakan penulisnya adalah pekerja seni kampus di Metro.

Sudah tak terhitung jumlah workshop atau pelatihan yang telah DKM laksanakan.  Misalnya workshop untuk seni rupa kontemporer, setelah workshop berlanjut  pameran, di akhir pameran DKM juga acap mengadakan dialog dan sarasehan. Sebagai hasilnya beberapa karya pelukis Metro mereka sudah menembus Galeri Nasional dan galeri-galeri lain di luar Lampung. Sebut saja misalnya Firmansyah, Bernas Wahyu Widiarti, Edy Purwantoro,  Rusmedi Jamaludin, Johni Putra, Mukhsin dan lain-lain.

Peresmian Pendidikan Inklusi di Metro oleh Unesco, 2013
 Mendorong Pemimpin peduli pada Seni & Budaya
Di samping mengurusi DKM, alumni Pasca Sarjana Teknologi Pendididkan Unila juga mengurusi penyandang difabel yang berusia sekolah dengan menjadi ketua Pokja Pendidikan Inklusi Metro yang telah diligitimed oleh perwakilan Unesco. Pendidikan Inklusi di Metro bahkan menjadi model pendidikan inklusi pertama di Lampung.  Di tengah kesibukannya itu ia masih mampu meluangkan waktu menjadi redatur pelaksana pada Bulletin Budaya Disdikbudpora Metro. 

Ayah 3 orang putra ini  berharap kepala daerah mulai memandang budaya sama pentingnya seperti juga oleh raga, baik dari pendanaan maupun pembangunan fasilitas.

Tidak terlalu penting siapa  Ketua Dewan Kesenian, yang lebih penting adalah kepala daerah   memiliki kepedulian pada seni Budaya, sehingga seniman dapat berkarya dan men-regenarasi kaum muda untuk berkreatifitas melalui seni, dan sudah masanya organisasi seni dan seniman mempunyai posisi tawar sendiri tanpa harus mengandalkan power istri atau pejabat publik, karena itu akan instan, yang harus menjadi strategi saat ini seniman terlibat dalam advokasi program pemerintah agar sinergi dengan kebutuhan dan perkembangan seni kontemporer, seniman bisa terus berkarya dan ada penghargaan atas karya-karya mereka, dan pemerintah wajib mengambil peran di sana,” ujarnya.

Saat merayakan ulang tahun bersama keluarga
Biodata
Nama           : Riffian A. Chepy, M.Pd.
Kelahiran    :  Kedurang (Bengkulu Selatan), 10 November 1972
Ayah            : Tasran Solekarim
Ibu               : Aryam
Isteri            : Hidayati, SE
Anak            : 
1. Tadjie Mushafa Hadi
2. Rifa Nasfisa Hadi
3. Kayla Issaniayah Hadi
Pekerjaan/jabatan
1. Ketum Dewan Kesenian Metro (2012 hingga sekarang)
2. Kepala Bidang Kebudayaan di Dinas Dikbudpora kota Metro (2013-sekarang)
3. Ketua Pokja Pendidikan Inklusi Kota Metro (2013-sekarang)
4. Redaktur P
elaksana Bulletin Budaya Metro

Berkumpul bersama keluarga saat perayaan ulang tahun si bungsu, Kayla
Liburan bersama isteri tercinta, Iie Hidayati
Chepy saat masih aktif di UKMBS Unila


0 on: "Rifian Al Chepy: Harmoni antara Karir dan Seni"