Buku Antologi Puisi Titik Temu |
oleh Yuli Nugrahani
Titik Temu, Komunitas Kampoeng Jerami
Mestinya aku menulis resensi buku ini, tapi nantilah. Itu bisa menunggu beberapa saat. Aku ingin bercerita hal-hal sebelum buku ini terjadi.
Mulanya adalah perjalanan ke Sumenep pada 4-5 September 2014 lalu untuk kepentingan Daun-daun Hitam dan Hujan Kampoeng Jerami. Dua buku ini diluncurkan di beberapa tempat di Sumenep. Kontakku di sana, yang terkasih Fendi Kachonk, berhasil memikat hatiku dengan tawaran (hmmm tepatnya desakan) : "Kak, bantulah kami di Komunitas Kampoeng Jerami."
Aku bilang setelah berpikir beberapa jenak. "Untuk terlibat seumur hidup denganmu eh dengan Kampoeng Jerami aku tak punya kemampuan. Jadi ini komitmenku sementara ya, aku akan sepakat untuk bekerja bersamamu dan Kampoeng Jerami untuk satu putaran kegiatan mungkin sebuah penerbitan buku yang berikutnya."
Maka mulailah putaran itu. Mesti ada satu buku antologi puisi lagi di tahun ini. Ok, ambil tema yang sedikit umum. Kemanusiaan. HAM. Lalu semua hati teracu pada 10 Desember, hari HAM. Titik Temu muncul begitu saja sebagai loncatan ide. Sebagai contoh judul, tapi semuanya menerimanya sebagai keputusan. Buku itu berjudul Titik Temu dan akan diluncurkan pada 10 Desember 2014. Naskah-naskah mulai dikejar. Awal Nopember harus sudah siap. Proses naik turun pun mulai berbiak pada para relawannya : Fendi Kachonk, Umirah Ramata, Lia Amalia Sulaksmi, Cici Mulia Sary dan Yuli Nugrahani. Lia mesti mundur di tengah jalan. Semua paham. Proses terus berjalan. Lalu nama-nama pun bergabung. Hingga ada 60 nama!
60 nama penyair tergabung dalam buku ini. Siapa sangka? Acep Zamzam Noor, Ady Harboy, Aji Saputra, Alex R. Nainggolan, Alra Ramadhan, Ariany Isnamurti, Bayu Taji, Bunda Umy, Cici Mulia Sary, Ciek Mita Sari, Dedy Tri Riyadi, Dewi Nova, Dita Ipul, Djemi Tomuka, Edy Samudra Kertagama, Fendi Kachonk, Handry TM, Hasmidi Ustad, Indarvis Inda, Jamal D. Rahman, Joko Bibit Santoso, Julia Asviana, Khifdi Ridho, Korrie Layun Rampan, Lara Prasetya, Lia Amalia Sulaksmi, Lilis A Md, Mariana Amiruddin, Masita Riany, Maulidia Putri, Meitha KH, M. Faizi, Mohammad Arfani, Much. Khoiri, Muhammad Zamiel El-Muttaqien, Nissa Rengganis, Retha, Reza Ginanjar, Saifun Arif Kojeh, Sastri Bakry, Saut Poltak Tambunan, Senandung Sunyi Chamellia, Setyo Widodo, Shinta Miranda, Siti Noor Laila, Soetan Radjo Pamunjak, Sofyan RH. Zaid, Sulis Setiyorini, Syaf Anton Wr., Syarifuddin Arifin, Tengsoe Tjahjono, Umirah Ramata, Upik Hartati, Vebri Al Lintani, Warih Subekti, Weni Suryandari, Yanuar Kodrat, Yeni Afrita, Yonathan Rahardjo, dan Yuli Nugrahani.
Naskah terkumpul. Berikutnya. Uang. Dari mana uang? Sebagian kecil penulis sudah urunan. Tapi itu tak cukup. Proposal pun mulai disebar. Siapa yang berminat? Ya, beberapa orang baik mengulurkan energinya. Springhill Group mesti kutulis di sini atas bantuannya. Tabik dan takzim. Kapitalis humanis hidup abadi di dadaku. Terimakasih.
Dua nama lagi, Dana E. Rachmat dan Devin Nodestyo yang kebagian repot mengerjakan gambar-gambar, tata letak dan segala hal terkait teknis ini itu untuk buku ini. Apalah kami semua tanpa mereka berdua. Jadi peluk erat untuk mereka. Jatiputro urusan berikutnya setelah ISBN dikejar Umi, catatan-catatan oleh Cici, dan tentu saja Fendi si penanggungjawab. Urusanku sudah beres begitu beres proses editing, dan ini itu yang diperlukan.
Kini buku itu sudah bisa dipegang. Baunya harum, kertas baru. Tebal. Siap diedarkan dan diluncurkan di berbagai tempat. Titik Temu siap berjalan memenuhi takdirnya. Putaranku masih terus berjalan untuk Kampoeng Jerami, tapi suatu waktu nanti akan ada evaluasi bagi kerja selanjutnya. Komitmenku? Lihat saja nanti.
TITIK TEMU, Memulai Tapak Pertama di Sumenep
Apa kegembiraan seorang penulis? Yaitu ketika tulisannya mulai tersebar, berjalan menemui para pembacanya. Kali ini aku bukan hanya sekedar penulis, salah satu penulis dari 60 penyair yang terkumpul dalam Titik Temu, Komunitas Kampoeng Jerami, tapi aku juga bagian yang erat melekat pada prosesnya. Sebagai editor, sebagai bagian dari relawannya, sebagai bagian yang tak mau dipisahkan darinya. Tentu saja inilah kegembiraan itu.
Yaitu saat Titik Temu mulai melangkah. Di mulai dari Timur sana, di gedung kesenian LPP RRI Sumenep, Komunitas Kampoeng Jerami melejitkan buku ini dalam peluncuran dan bedah buku, pada Minggu, 4 Januari 2015. Ini langkah pertama yang menyenangkan walau hmmm... aku sedih tak bisa terlibat langsung di dalamnya. Dari jauh aku mengintip, menguping,... ikut deg-degan dengan setiap perkembangan.
Wuah, orang-orang hebat terlibat dalam kegiatan ini. Aku iri? Ya, aku iri tak bisa bergabung, walau hatiku jelas ada di sana. Lihat. Much. Khoiri dari Surabaya jadi pembicara. Lalu Fendi Kachonk dari Sumenep yang juga pengasuh Komunitas Kampoeng Jerami, juga Ferli, Sigit, Syaf Anton, M. Faizi, hmmm... aduh, bahkan aku tak kenal siapa-siapa lagi yang lain dari 80-an orang yang telah hadir itu. Atau siapa saja yang telah membaca puisi. Atau siapa dari mana yang ikut berdiskusi. Atau apa yang dikumandangkan dari tempat itu, yang disuarakan, dibincangkan, dilagukan, ditarikan... Huft.
Tapi aku memandang takzim ke Timur sepanjang pagi hingga siang hari ini. Tentu saja memang tepat dimulai dari Timur sana, seperti matahari yang akan berjalan, terus berputar, ke Barat. Aku bangga menjadi bagian dari putarannya. Titik Temu akan membuat titik-titik pertemuan berikutnya. Aku yakin.
Sumber: http://yulinugrahani.blogspot.com/
0 on: "Titik Temu, Komunitas Kampoeng Jerami"