Sabtu, 18 Januari 2014

Kesenian dan Ekonomi

Yoke Muelgini*

Sepanjang kesadaran kita, pada zaman modern ini seni dan kesenian (budaya dan kebudayaan) masih terus menempati posisi khusus dalam kehidupan kita. **  Sebagian menganggap bahwa seni dan kesenian merupakan panggilan tertinggi diantara semua panggilan jiwa; banyak juga yang menganggapnya sebagai bidang yang berada di atas kegiatan komersial biasa; dan masih ada sedikit orang menganggap bahwa para ekonom harus menjauhkan tangan mereka yang kotor dari seni dan kesenian.

Terkait atau tidak dengan bagaimana pandangan masyarakat atas seni dan kesenian, faktanya adalah bawah seni dan budaya merupakan bidang kehidupan dan produk yang dihasilkan oleh individu-individu dan lembaga-lembaga yang bekerja dalam perekonoman, dan oleh karena itu tidak dapat melepaskan diri dari dunia materi. 

Ketika para seniman dan Pemda Lampung mendirikan DKL pada tahun 1980-an yang lalu, para seniman, dan Pemda yang tergabung dalam DKL harus menghadapi pasar tenaga kerja dan pasar kesenian dan harus dapat membayar semua tuntutan pasar.  Ketika menentukan harga tiket pertunjukan dan harga berbagai produk kesenian, DKL dituntut menyadari bahwa penjualan tiket pertunjukan langsung (teater, opera, musik, konser simponi, tarian dan pameran lukisan dan patung) dan harga produk-produk kesenian yang dikemas sebagai komoditi menghadapi kendala persaingan dari tiga penjuru: (i) harga rata-rata berbagai produk rekreasi pertunjukan lainnya, selera masyarakat, dan tingkat pendapatan rata-rata para pengunjung potensial. 

Ketika pemerintah pusat atau daerah, melalui dinas-dinas atau kantor-kantor pemerintah yang mengurusi kesenian, pariwisata, dan kebudayaan menghibahkan sejumlah dana ke DKL, pusat-pusat kesenian, kampus-kampus, dan sekolah-sekolah untuk mengembangkan seni dan kesenian, maka dinas-dinas tersebut harus mendapatkan dana melalui proses penyusunan anggaran dan kompetisi dengan program-program pemerintah lainnya, sedangkan pemerintah pusat dan daerah mendapatkan anggaran dari RAPBN dan RAPBD yang berasal dari rakyat.

Hubungan antara kesenian dan ekonomi ditentukan oleh bagaimana fungsi-fungsi kesenian (dan kebudayaan) memainkan peranannya dalam konteks perekonomian masyarakat.  Dalam banyak hal, individu-individu dan perusahaan-perusahaan yang mengonsumsi atau menghasilkan seni berperilaku seperti produsen dan konsumen barang dan jasa lainnya.  Meskipun demikian harus diakui bahwa sampai tahap tertentu perilaku ekonomi masyarakat seni secara signifikan berbeda dibandingkan dengan perilaku ekonomi masyarakat pada umumnya.

Analisis para ekonom atau kaitan antara kesenian dan ekonomi dilakukan dengan memandang kesenian dengan cara yang sama dengan produk perusahaan dan/atau industri pangan; produk-produk industri manufaktur seperti mesin, baja, dan alat-alat pertukangan atau industri kesehatan, serta perbankan, keuangan dan sektor-sektor lainnya yang ada dalam perekonomian.  

Dalam analisis mereka para ekonom mempelajari sejarah pertumbuhan industri seni dan kesenian dan kemudian menganalisis konsumsi, produksi, dan mekanisme pasar dari produk seni dan kesenian, masalah keuangan industri seni dan kesenian, dan peran kebijakan publik dalam industri seni dan kesenian.  Selain itu, analisis atas seni sebagai profesi, peran seni dan kesenian dalam masyarakat ekonomi lokal dan daerah, peran lembaga-lembaga yang berkaitan dengan seni dan kesenian seperti galeri, dealers, dan museum serta hubungan antara media massa dengan seni dan kesenian (budaya dan kebudayaan) juga merupakan bagian yang penting dari analisis ekonomi tentang kesenian.

Hubungan antara ekonomi dan kesenian tidak apat dianalisis secara komprehensif apabila kita belum mengetahui pentingnya sektor kesenian dalam perekonomian.  Informasi dan data ekonomi tentang kesenian sampai saat ini masih agak sulit untuk dikumpulkan.  Tetapi dengan mengetahui (i) berapa pengeluaran konsumsi masyarakat yang digunakan untuk menikmati seni dan kesenian rata-rata per tahun, (ii) pendapatan operasi rata-rata pusat-pusat kesenian (tidak termasuk dana pemerintah dan donasi swasta); (iii) rata-rata dana bantuan pemerintah dalam pembiayaan kegiatan seni dan kesenian  per tahun, dan (iv) jumlah rata-rata sumbangan masyarakat terhadap kegiatan kesenian dan kebudayaan di Lampung perlu didokumentasikan. 

Total dari keempat macam data tersebut mencerminkan peran ekonomi kesenian di Lampung.  Untuk meletakkan peran kesenian dalam perspektif ekonomi, data tersebut harus di bandingkan dengan PDRB Lampung tahun 2009.  Tanpa melihat kedua data tersebut, saya menduga bahwa kontribusi ekonomi sektor seni dan kesenian di Lampung baru mencapai kurang dari 0.01 persen.

Angka tersebut tentu saja sangat mengecewakan.  Meskipun demikian, kenaikan peran ekonomi kesenian secara substantif tidak akan mengubah pesan dasar yang ingin disampaikan: “Dalam perekonomian Lampung, industri kesenian berukuran sangat kecil”.  Pertanyaan selanjutnya adalah mengapa peran ekonomi kesenian perlu dipelajari oleh kita semua?  Jawabannya sangat jelas yaitu bahwa peran ekonomi kesenian perlu dipelajari bukan karena peranannya yang penting dalam perekonomian, melainkan karena kesenian dan kebudayaan berperan vital bagi bangsa dan citra diri kita.****

* Dr. Yoke Muelgini adalah dosen FE Universitas Lampung

** Seni dan kesenian dalam tulisan ini tidak didefinisikan dalam arti estetika atau diskursus ilmiah, sehingga tidak termasuk gambar bergerak, broadcasting, serta konser musik (pop, rock, jazz, dan klasik), meskipun merupakan pertunjukan langsung; melainkan dibatasi pada seni dan kesenian “populer” atau yang berkenaan dengan “budaya masyarakat,” berupa nyanyian, tarian, musik, seni pertunjukan, teater, lukisan, patung, tulisan, buku, dan publikasi sastra

0 on: "Kesenian dan Ekonomi"