![]() |
Sekumpulan Esei yang menandai 20 tahun Teater Garasi |
Oleh Alexander GB
Suatu ketika, seorang teman menginformasikan adanya buku yang menandai perjalanan 20 tahun Teater Garasi. Sebuah grup teater garda depan Indonesia yang telah meraih banyak prestasi. Kiprah mereka dalam dunia senai pertunjukan (artistik), pengelolaan manajemen , gagasan dan tindakan-tindakan mereka selama dua puluh tahun telah menyumbangkan banyak hal bagi jagat teater Indonesia. Ya, mereka sangat layak untuk dijadikan rujukan, jadi model grup-grup teater lain di Indonesia, yang jumlahnya ratusan atau bahkan ribuan itu. Bagaimana pengetahuan menjadi basis utama dari setiap proses yang mereka jalani, ini juga perlu diperhatikan.
Lalu saya berkunjung ke pasar seni, menjumpai seorang senior, dia banyak berkisah tentang teater di era 1980-2000-an, saya diberikan beberapa kliping berita tentang teater di lampung sejak jaman Mas Ganti Winarno, B.M Gutomo hingga sekarang, di jaman yang tinggal menyisakan Teater Satu, Komunitas Berkat Yakin (KoBER), Tetaer Jabal, dan beberapa grup teater independen yang bisa dihitung dengan jari. Dulu, Lampung pernah begitu bersemangat dan menjamur jumlah kelompok dan pementasan teaternya, baik yang independen maupun yang berada di bawah instansi pendidikan. Memang, beberapa orang bahkan masih berdomisili di Bandar Lampung, dan mungkin juga terkenang dan rindu untuk kembali merasakan aroma proses dan peristiwa teater yang pernah mereka jalani. Namun, tentu akan sulit melacaknya, sebab dokumentasi masih menjadi soal kita bersama.
Lalu jaman berubah, dan Teater Satu mampu menjaga tradisi berteater hingga saat ini, hingga mungkin pada tahun 2016 nanti, akan ada buku yang sama, yang menandai 20 tahun perjalanan kelompok teater yang digawangi oleh Iswadi Pratama dan Imas Sobariah ini. Barangkali, dengan tidak mengabaikan peran dan sumbangsih atau peran komunitas teater lain di Lampung tercinta, Teater Satu saya rasa sangat layak untuk mendapat perhatian khusus, penghargaan yang lebih, dan mendapat dukungan kita semua, atas apa yang telah dan akan mereka perbuat. Capaian artistik, konsistensi, pengelolaan manajemen, transformasi pengetahuan, disiplin latihan dan lain sebagainya, menjadikan mereka sebagai yang terdepan di Lampung saat ini.
Seperti halnya Teater Garasi, yang bermarkas di Yogjakarta. Salah satu grub teater yang juga saya kagumi. Teater Garasi atau Garasi Performance Institute mendokumentasikan 20 tahun perjalanannya dalam sebuah buku berjudul Bertukar Tangkap dengan Lepas; Sesilangan dan Lintasan 20 Tahun Teater Garasi dalam Esai. Buku ini akan didiskusikan pada akhir Januari 2015 di Yogyakarta. (Baca: Pentas Teater Partisipasif pada Era Media)
Buku yang diterbitkan Desember 2014 ini mengulas proses penciptaan karya seniman Teater Garasi selama 20 tahun. Setidaknya ada 14 tulisan seniman yang berhimpun dalam Teater Garasi maupun pengamat seni budaya di luar Teater Garasi.
"Buku ini mengulas refleksi dan kritik tentang kerja-kerja seni yang sudah maupun yang seharusnya dilakukan Teater Garasi," kata Associate Artistic Director Teater Garasi Gunawan Maryanto, Senin, 5 Januari 2014. (Baca: Tiga Perupa Diganjar Young Artist Award Art Jog 2014)
Menurut dia, kegiatan seni oleh Teater Garasi merupakan upaya untuk mengembangkan seni pertunjukan di Indonesia. Sejumlah penulis yang terlibat dalam pembuatan buku itu di antaranya Barbara Hatley yang menulis "Teater dan Bangsa, Dulu dan Sekarang"; Gunawan Maryanto: "Repertoar Hujan; Sebuah Ingatan"; dan Alia Swastika menulis "Teater Garasi Dua Dasawarsa: Pandangan Politik Kaum Muda".
Wicaksono Adi menulis "Fragmen, Parade Bentuk, Referensi"; Yudi Ahmad Tajudin bercerita ihwal "Kisah-kisah Perayaan Bersama dalam Tubuh Ketiga"; Jennifer Lindsay dengan tulisan "Ruang-ruang Ketiga"; Marco Kusumawijaya menulis "Mempertunjukkan Kota"; dan Goenawan Mohamad menulis "Catatan Kecil tentang Teater".
Gunawan Maryanto menyatakan Teater Garasi mengumpulkan tulisan untuk dibuat menjadi buku sejak tahun 2013. Ia menyumbang tulisan "Repertoar Hujan; Sebuah Ingatan". Tulisan ini bercerita tentang proses kreatif Gunawan Maryanto dalam menghasilkan karya seni teater itu.
Misalnya, bagaimana ia memberi judul repertoar tentang seorang lelaki yang demikian mencintai hujan. Ada pula pertunjukan repertoar hujan di sejumlah tempat. "Setidaknya saya perlu 1-2 bulan untuk menyusun tulisan dalam buku itu," katanya.
Manajer Program Teater Garasi Lusia Neti Cahyani mengatakan peluncuran buku itu sebagai upaya menghidupkan jejak kerja 20 tahun Teater Garasi. "'Bertukar Tangkap dengan Lepas', bagian dari judul ini, dipinjam dari penyair Amir Hamzah," katanya.
Teater Garasi selama ini mendalami bidang multi-disiplin seni, di antaranya seni rupa, sastra, akting, gerak, dan musik. Pementasan Teater Garasi selalu bersinggungan dengan isu sosial, politik, dan kebudayaan di tingkat lokal maupun global. Seniman Teater Garasi banyak pentas di sejumlah negara sejak awal 2000-an. Teater ini berusia 20 tahun pada 4 Desember 2013.
Teater Garasi berdiri di Yogyakarta, 4 Desember 1993. Mereka yang bergiat dalam teater kontemporer ini antara lain Yudi Ahmad Tajudin, Gunawan Maryanto, Jompet Kuswidananto, Ugoran Prasad, dan Naomi Srikandi. Teater ini berawal dari lembaga mahasiswa di kampus Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Nah, bagi teman-teman yang ingin memesanan bukunya silakan ke Lusia Neti Cahyani lusi@teatergarasi.org atau sms 087839298113. Barangkali perjalanan mereka bisa mengobarkan semangat, memperjelas peta, dan bisa menjadi tambahan informasi yang berharga bagi kita semua.
Sumber
SHINTA MAHARANI/http://www.tempo.co/
0 on: "Sekumpulan Esei yang menandai 20 tahun Teater Garasi"