Selasa, 10 Februari 2015

Heri Dono : Identitas Kebudayaan dan Global Art



Heri Dono adalah sedikit perupa Indonesia yang mampu memberi pengaruh terhadap seni rupa di dunia luar. Karya-karyanya baik instalasi, patung atau seni lukis berakar pada kebudayaan asli Indonesia, memberikan sumbangan terhadap karya-karya kontemporer di dunia.Pria sederhana dan santun ini dengan rendah hati menerima tim  Berikut adalah wawancaranya:

Ranang Aji SP: Ada kelompok perupa yang  menamakan diri sebagai RWD yang digawangi pelukis Nurul Hayat (acil) tengah mencoba menggerakkan kredo berseni untuk identitas kebudayaan bangsa. Dia menyebut Heri Dono sebagai  inspirator dan rujukan dalam berkesenian selain Nasirun.  Mereka menganggap bahwa lukisan Heri Dono berciri timur. Tanggapan anda?

Heri Dono: Yak, saya kira saya mengambil dari pondasinya –bukan  dari permukaan-permukaan seperti Timur, jadi ketika saya kuliah di ISI sekitar tahun ’80-87, disitu ada pegotak-kotakan. Kalo saya ambil seni lukis, seakan-akan  saya hanya bisa melakukan dialog dengan orang-orang yang seprofesi di seni lukis. Padahal di dalam budaya lokal tidak ada pengotakan budaya,sehingga kalo kita mempelajari  apa yang ada dalam kebudayaan dasar di Indonesia,misalny,a di jawa ini ada namaya konsep arsitektur yang disebut pendopo, kemudian ada tari bedoyo,kemudian  ada batik ada gamelan ada wayang ada serat centhini. Semua itu saling berhubungan satu sama lain secara filsafati maupun secara perenjemahan dalam bentuk kehidupan.

Ketika ada seni modern semua dikotak-kotakkan..dalam kotak budaya, istilahnya diprofesionalkan. Tapi kemudian semuanya terbelah-belah. Seorang pelukis seperti tak boleh membuat patung, pertunjukan teater ,tarian, arsitektur dan lain-lain. Padahal  semua konsep ini mempunyai filsafat yang sama. Tentang gravitasi, tentang sitihinggil, misalnya, kemudian mandala..Mandala itu suatu konsep dimana ini berbeda dengan konsep barat  yang menganggap bahwa  di luar manusia ada namanya obyek padahal di dalam konsep asia atau Cina atau Indonesia –kita menganggap bahwa dalam hidup ini ada 4 elemen. Ada Unsur yang diantara mikro kosmos, diantara manusia  di dalam makrokosmos. Disini ada unsur tanah, air, udara dan api.

Kalau orang mempelajari sastrajendra, misalnya dalam sastra jawa  itu, mereka menganggap api itu ada dalam telinga, kalau orang marah telinganya menjadi merah, ketika orang bahagia atau sedih keluar air mata, udara dari hidung  kemudian apa-apa yang kita makan dan minum dari tanah lewat mulut. Sehingga kita menganggap bahwa empat elemen itu sebagai unsur subyek. Tetapi ketika saya menjadi mahasiswa, guru saya menganggap saya melukis obyek..Ada jarak antara subyek dan obyek..Sebenarnya konsep itu diberlakukan oleh orang barat semacam  konsep Tarre Nullius di abad 18 yang akhirnya menjadikan penjajahan. Mereka menganggap Australia tidak ada manusia, Suku Aborigin dianggap sebagai hewan. Mereka ke Amerika, Columbus ke sana.

Tetapi Admiral Cheng Ho melakukan perjalanan di tahun 1421 sampe ke eropa dan saya kira ia mempengaruhi Leonardo Da Vinci tentang caranya membuat spiral, alat pertanian, ataupun gambar manusia sebagai  bagian alam semesta. Tapi manusia itu besar sekali, Da Vinci salah menafsirkannya. Dan itu mungkin menjadikan Marcopolo pergi ke Cina untuk mempelajari kebudayaan Cina.  Yang akhirnya  mereka mengambil unsur kebudayaan Asia ke dalam kebuadayaan mereka misalnya mie menjadi  spagetti, sio may menjadi  rafioli kemudian mesiu dijadikan senjata untuk membangun kekuatan ekonomi mereka.  Kertas pun aslinya dari Cina. Sehingga, saya mencoba mengambil formula-formula dasar dari timur, meskipun hasilnya menjadi seni instalasi atau seni lukis tapi kalau dipamerkan di luar negeri  esensi-esensi Timurnya ada pada saya. Mungkin itu konteksnya.

sumber: http://koranopini.com/

0 on: "Heri Dono : Identitas Kebudayaan dan Global Art"